SEKAPUR SIRIH

welcome,
أهلآ وسهلآ
, selamat teuka, di serambi bale...
tempat kita sharing, ngobrol dan ngobral( asal jangan kaya ngobral janjinya para penipu rakyat ), boleh dengan kepala panas( berarti serius walau rilex ) tapi hati tetap dingin ( artinya berlapang dada dengan perbedaan,entah berapa meter luasnya ). Tapi..sebentar.. sebenarnya di mana letak hati ? kita spontan nunjuk ke dada kalo senang atau sedih malah ada istilah " ngurut dada", padahal di dalam dada itu apa memang ada hati yang kerjanya berfikir ? bukannya di otak ? Pusing aku ? Nah..ini salah satu contoh ke- goblogan - ja'far yang ini dibagi-bagikan ( maksudnya bukan mau ngajak goblog !).
Saya, ja'far yang kata orang sufi majnun,sufi pungo,sufi goblog, mengajak untuk mencari kebenaran ( apa kebenaran perlu dicari, emangnya hilang atau nda ada? lalu mencari itu untuk yang hilang atau yang tidak ada ? kalo udah tahu tidak ada koq dicari? jadi yang sudah ada? Kalo tahu sudah ada koq dicari ? pusing..?)
Ada yang bilang bahwa segalanya, termasuk filsafat dan agama, tak perlu diperdebatkan, habis energi, lebih baik diamalkan ! TApi..sebentar, bagaimana diamalkan kalo belum ketemu ilmunya atau masih ragu kebenaranya? Jangan-jangan ungkapan itu dari orang yang sudah merasa benar. Wah Naudzubillah..itukan madzhab iblis..
anakhaerun minhu (aku lebih baik darinya ) !
Ada sedikit diperciki ilham saat duduk memperhatikan semut ( yang namanya diabadikan dalam kumpulan surat cinta dari Kekasih kita dengan nama an-naml.

Silahkan buka filsafat semut atau puisi tentang belajar pada teungku semut
). Pernah kami letakkan shoutbox komentar, tapi yang ada hanya celoteh tak menetu, saya kasihan terhadap kerja sia-sia mereka yang habiskan waktu hanya untuk tumpahkan sumpah serapah, bahkan kata-kata jorok.Oleh karena itu,ma'af, saya hapus shoutbox, dan silahkan kirim email saja jika ingin komentar. Komentar yang tidak argumentatif tidak akan saya tanggapi.
Bagi mereka yang masih berkutat dalam dialog perbedaan agama atau madzhab, nampaknya filsafat semut ini perlu kita renungkan bukan malah mencari alasan lain untuk lari dari dialog. Dan perisai justifkasi kita biasanya dengan ungkapan PERBEDAAN ITU RAHMAT! Apenye yang rahmat kalo ampe saling caci bahkan darahpun dimuntahkan!? Kayanya perlu peletakan yang pas dalil itu. Look! Katanya nilai semua agama untuk PEACE = mewujudkan perdamaian di dunia, rahmatan lil aalamin, tapi yang kita alami malah seluruh peperangan awalnya adalah berdasarkan agama, WHY?

Rabu, 30 April 2008

Mengenal Ulama dan Syuhada Aceh..

(lukisan Pangeran Seorang Sayid Persia yg datang ke Aceh )


Di Kuala Bak ‘U , Aceh Selatan, sekitar tahun 1836 M, hiduplah seorang ulama besar dan kharismatik yang nama panggilan gelarnya masih melekat di lubuk hati generasi tua di Pase, Kutaraja dan Aceh Selatan, mereka menyebut gelar ulama karismatik itu : Habib Kwala Bak U. Di Pase lebih dikenal dengan Habib Syik Teupin Gapeueh.Nama sebenarnya adalah Sayid Hasan Assegaf. Beliau beristri saat berdakwah dalam wilayah kerajaan Aceh Darussalam, di Kuta Raja dan berputra Sayed Abdurrahman Assegaf ( yang kelak digelari dengan Habib Teupin Wan ). Dalam perjalan dakwah beliau mendirikan Dayah di Pase, tepatnya di Teupin Gapeuh, Blang Mee dan dari istri ke dua di Pase dikarunia  dua orang putra yaitu Habib Rayeuk dan Habib Cut. Habib Hasan Kwala Bak ‘U meninggal di Teupin Gapeuh sebelum Aceh 1873, oleh penduduk sekitarnya beliau dipanggil dengan gelar Habib Syhik Teupin Gapeueh. Keturunan cicit-cicit  beliau dari Habib Rayeuk dan Habib Cut berada di Blang Mee. Panton Breueh .Alue Ie Puteh serta di luar Aceh. Sayangnya keturunan Habib  Kuala Bak ‘U sangat sedikit yang mengikuti jejak kakek buyut mereka.


Sedangkan Sayed Abdurrahman Assegaf, putra beliau yang tertua dari istri tuanya, mendapat pendidikan khusus dari Tgk.Di Anjong di Dayah yang beliau dan para penerusnya  bina. Dayah tersebut letaknya di Kampung Jawa ( saat ini tempat makam Tgk.Di anjong ) dibakar oleh Belanda  stelah penjajah itu menilai besar sekali bahaya yang akan timbul dari Dayah binaan Tgk.Di Anjong sebab diketahui bahwa para santrinya sebahagian besar adalah putra-putra habaib dalam kerajaan Aceh.

Ketika perang Aceh dengan Belanda meletus tahun 1873 M, Sayid Abdurahman atau Habib Teupin Wan telah menjadi salah seorang Ulama dalam kerajaan Aceh Darussalam yang turun ke kancah perang melawan Belanda. Kemenangan demi kemenangan nan gemilang di berbagai kancah yang beliau pimpin telah membuat catatan penting bagi penjajah. Sealain dipanggil habib Teupin wan, para pengikutnya memanggil beliau dengan berbagai gelar panggilan ; Habib Puteh, di Pase beliau dipanggil dengan sebutan Habib Teupin Gapueuh.

H.C.ZentGraafF, menulis dalam bukunya bahwa habib ini sejak permulaan perang Aceh beliau merupakan lawan kompeni yang sangat gigih sampai akhir hayatnya.

Semasa remaja Sayid Abdurrahman berangkat dari Kuta raja menuju kediaman ayahnya di Pase dan menetap disana memperdalam ilmu agama dari walid ( ayahanda)nya di Tewupin Gapueueh bersama adik-adiknya yang lahir dari ibu di Pase. Selama bermukim di Pase beliau mendapat jodoh dan dikarunia seorang putrid dengan nama panggilan Aja Leumiek.

SABIL VS SALIB

Semasa Belanda memaklumkan perang dengan Aceh, kerajaan memanggil atau merekrut putra-putri terbaiknya untuk mempertahankan kedaulatan negrinya dari jamahan cakar-cakar para penjajah. Aceh telah sangat kenyang oleh peperangan demi peperangan sejak tahun 1503 M saat Aceh melawan kaum salibis ( perang salib yang sangat ambisius untuk menghapus Islam dari peta dunia). Aceh telah mampu memenangkan perang -yang mengatas namakan agama itu – di bahagian timur Asia sejak awal abad 16 s / d pertengahan abad ke 17. Belanda sendiri baru berani mengumumkan perang dengan Aceh pada menjelang akhir abad 18, itupun setelah terbaca bahwa kerajaan Aceh menuju titik terpuruknya, posisi centang perenang akibat konplik internal antara raja-raja Islam yang terbuai angin fitnah devide et impera kaum kolonial hingga saling berebut pengaruh dan kekauasaan satu sama lian.Belanda baru bersiap menggempur Aceh setelah  sebelumnya 300thn belajar menjajah bangsa nusantara dengan menjajah pulau Jawa. Sulawesi dan seluruh bahagian timur kepulauan Nusantara yang saat ini nampak lebih banyak yang menganut agama yang dibawa penjajah saat itu. Sedangkan kepulauan Sumatra bahagia Barat dan khususnya yang paling ujung, yakni Aceh. Kaum penjajah misionaris salibis susah menaklukkan apalagi hendak merubah keyakinan penduduknya yang dibentengi para habaib dan para teungku.

Desember 1873, Aceh digempur Belanda. Awal petaka telah mulai menganga. Bumi Iskandar muda bersimbah ‘darah pasrah lillah’ para syuhada, ternodai ‘darah serakah’ para aggressor, sang penjajah. Namun, pihak Belanda pun mengakui bahwa perang yang sangat getir mereka rasakan di berbagai medan tempur adalah saat mereka menghadapi Aceh .” …bahwa hanya selama masa dari 1890 sampai 1914 terdapat kerugian dipihak kita ( belanda ) sebanyak 7707 perwira dan tamtama yang gugur dan cidera di Aceh “ ( buku HC.ZentGraafF.#Aceh#)

 

Dapat kita bayangkan perang yang paling dahsyat di Aceh  adalah dari Desember 1873 sampai dengan tahun 1890 berarti berlangsung selama 17 tahun. Kalau kita amati semenjak 1873 sanpai dengan 1942 berarti perang di Aceh telah memakan waktu setengah abad lebih  atau 69 tahun berkecamuk perang di Aceh karena sangat susahnya Belanda menaklukkan negri para teuku dan teungku ini. Empat orang Jendral Belanda tewas termasuk jendral yang ditulis Belanda sakit perut ketika Perang Aneuk Galuong…….yang mereka akui mati hanya Kohler saja, selebihnya diklaim hanya sakit  sawanan. Kalau kita boleh ambil perkiraan jumlah korban yang berjatuhan pada pihak Belanda selama 69 tahun mencoba menaklukkan Aceh mungkin kira-kira sekitar  100 ribu mujahid Aceh yang berguguran menjadi syuhada dan dari pihak Belanda yang memiliki senjata canggih saat itu tidak kurang dari 25 ribu serdadunya di bumi Aceh, seperti yang ditulis oleh Nan Vier  “ Bahwa tidak sejengkal tanahpun di bumi Aceh yang luput dari siraman darah dan kuburan Marsose   Nan Vier sediri yang saat itu menjadi serdadu , demikian gentar dengan perang yang ia rasakan berbeda saat ia alamai di bumi yang dihuni oleh mereka yang tak mengenal kematian jika lagu perang sabil telah menggunjang jiwa!

Genta gerak para syuhada Aceh ketika berjuang melawan kaum dzolimun dari para kolonial tersebut membuat  lawan diselimuti ketakutan dan kekaguman yang luar biasa. Para penulis sejarah dari kalangan Belanda tidak pernah menulis tentang Aceh dengan kalimat-kalimat yang merendahkan seperti “ Pengecut, licik, culas..dll” Karena decak kekaguman mereka terhadap semangat juang Aceh menyebabkan  kalimat-kalimat yang menggambarkan Aceh dengan begitu heroic dan patriotic : “…tentara Aceh tetap senantiasa lebih memilih mati daripada menyerah ataupun berkhianat. Kekompakan orang Aceh dalam menghadapi kaphe sungguh luar biasa, baik anak-anak, lelaki ataupun perempuan, tetap berpegang teguh mempertahankan rahasia  perang perjuangan mereka diantaranya dengan cara tetap tutup mulut setiap pertanyaan ataupun intrograsi lawan.

 

Kenapa orang Aceh dapat berbauat demikian ? Kenapa anak-anakpun ikut ambil andil dalam perang ? Wanitanya pun begitu sangat berani dalam keikut sertaan mereka terjun ke kancah perang ?

Jawabannya ; Inilah kekayaan yang luar biasa yang pernah dimiliki orang- orang Aceh waktu itu. Orang Aceh sangat menghormati dan patuh kepada para ulama dan sangat tegas dalam menerapkan ilmu kepada generasi mereka yang mereka didik sejak usia 6 tahun,  ketika meranjak usia 7 tahun  maka tidak ada seorang anak pun yang diperbolehkan meninggalkan puasa terkecuali sakit. Ketika mencapai usia 12 tahun maka mereka tidak tidur malam di rumah melainkan di meunasah tempat berkumpulnya gure-gure meunasah yang siap mendidik adik-adik generasi mereka menurut jenjang usia dan kemampuan masing-masing adik letting mereka itu. Rasa persaudaraan sesama meraka begitu kental setelah didik demikaian secara berjenjang. Adat Istiadat, tatakrama sesamanya, menempati urutan ke II setelah ilmu-ilmu hokum agama. Kehormatan dan harga diri adalah harga mati di bumi Aceh masa itu. Tiada hal yang terkendala bila Ulama telah bicara. Titah raja pun bias tertunda jika ulama bersuara. Tiada orang Aceh yang berlutut depan raja kecuali dengan hanya tunduk untuk menghormat. Tetapi demi ilmu, mereka beringsut saat mendekati maulanya. Orang Aceh saat itu menyadari betapa pentingnya ilmu dan betapa besarnya peran para ilmuwan ( ulama ) di bumi Iskandar Muda ini,

Kalau kita mau jujur mencermati masa-masa Aceh  jaya dahulu, nurani kita akan tersentak ketika melihat jauh ke belakang sekitar abad 12 saja penduduk  Aceh telah bebas dari yang namanya buta aksara. Pada abad 15. para wanitanya telah mampu menjadi pemimpin, kita tahu sederetan nama  yang memimpin negri ini pada tampuk kekuasaannya seperti ; Ratu Nurul A’la, Ratu Nurillah Malikuzzahir, Nahrinsyah, Keumala Hayaty, Safiatuddin, Nakiatuddin, Kamalaatsyah, Po Cut Nyak Dhien, Putro Barhen dan ratusan wanita sebelum dan sesudah mereka telah tampil setara denga pria.

Kembali ke Ibu Kota

 

Habib Abdurahman meninggalkan istri tercinta dan putrinya Aja Lamiek serta dua adiknya Habib Rayeuk dan Habib Cut di pase karena terpanggil ke Aceh Besar untuk memenuhi panggilan jihad, menyambut tantangan perang dari Belanda. Kembalinya Habib Puteh ke ibu kota bersama mujahid-mujahid lain sangat menambah semangat juang para perajurit kerajaan. Sehingga serangan Belanda ( Desember 1873) dapat ditempis oleh pasukan Aceh. Jendral J.H.R.Kohler tewas ditembus peluru sniper mujahid Aceh. Dalam rentang waktu perang yang panjang di Aceh rayeuk, Habib Abdurahman Teupin wan menikahi seorang wanita dan mendapat dari istri keduanya ini dengan panggilan Habib Cut yang kemudian hari syahid dalam pertempuran di daerah  Tangse- di Pucuk Alue Seupat- pada tanggal 20 Mei 1910 dalam usia remaja. Pertempuran itu digambarkan oleh H.C.ZentGraAfF :

“Sesudah terjadi tembak menembak pada permulaan pertempuran, maka giliran berikutnya, tibalah pada peranan kelewang yang dapat berbicara lebih dahsyat lagi sehingga dalam waktu setengah jam saja dapat diselesaikan. Sungguh pekerjaan yang sigap sekali dalam waktu tempo yang singkat sekali. Di tempat persembunyian dan semak – semak terbaring 11 mayat lawan disamping senapan- senapan mereka yang agak modern dan kuno serta senjata-senjata tajam , terdapat 6 buah cap , sebuah diantaranya milik Teungku Dibuket . Namun diantara mayat-mayat itu ia sendiri tidak diketemukan, begitu juga dengan abangnya ,Teungku Mayed Ditiro. Walaupun orang tidak perlu merasa kecewa karena diantara mereka yang tewas itu terdapat para pengikut utama para Teungku Ditiro.,yakni ; Tgk.Syik Harun, Tgk. Muda Syam, Tgk.Syekh Samin dan Habib Cut putra Habib Teupin Wan yang terkenal keramat itu. Adalah seorang tokoh yang semenjak permulaan peperangan merupakan lawan kompeni yang sangat aktif “ (H.C.ZentGraAfF# Aceh#) dari 1873 – 1910. Inilah operasi Komandan Schemidt memburu Teungku di Buket. Dua barigade yang dipimpin oleh Schemidt tgl 16 Mei berangkat menuju Krueng Tangse. Alue Dodo ke bahagian hulunya, lalu ke Utara Alue Seukeue .

 Sekilas Kronologis sebelum terjadi pertempuran di atas adalah :

*      16 Mei sebelum Subuh pasukan Schemidt menempuh Blang Malo dan menelusuri Alue Seupot.

*      18 dan 19 Mei, mereka menuju puncak Aloe Seupot melalui punggung-punggung gunung dibahagian Timur, mereka samnapai di tempat tujuan pada malam harinya.

*      20 Mei , mereka mengatur strategi penyergapan.

*      21 Mei , mereka menemukan jejak- jejak baru dan rimba makin menipis. Si pencari jejak melihat sebuah lading dan tempat persembuunyian para pejuang , maka terjadilah pertempuran tersebut diatas !

Sedangkan Teungku Dibuket, beliau sempat dilarikan oleh pengikutnya dalamkeadaan luka basah dan tak tertolong ia syahid dan dikebunikan bersama sebelas syuhada lainnya. Dengan demikian keluarga Tiro menyusut , yang merupalkan pemimpin-pemimpin dewasa, ulama-ulama, hanya tinggal 1 orang saja: Tgk.Mayed Ditiro.  Schemidt ,di Posnya di Tangse, dengan penuh kesabaran menanti khabar tentang keberadaan Teungku Mayed Ditiro . Pada Bualan Ramadhan, seperti lazim tradisi masyarakat saat itu, dengan melalui Keuchik Ben Tangse menyumbang seekor lembu untuk meugang kepada Tgk.Mayed Ditiro ke tempat persembunyan beliau , Uang yang terkumpul diserahkan kepada utusan Tgk Majid tercium oleh kaki tangan Schemidt, tgl 31 Agustus pasukan Schemidt mulai bergerak tepat setelah 2 hari kedua utusan mengirim lembunya masuk ke dalam hutan . Tanggal 1 September , Nussi ahli pelacak Schemidt menemukan jejak-jejak orang Aceh di pinggiran Krueng Bale , Pada tgl 3 September 1910 pada petang harinya pasukan marsose menemukan jejak para pejuang, saat kepergok seorang pejuang, marsose muda itu terkejut dan melepaskan tembakan yang mengakibatkan para pejuang berhasil meloloskan diri dari pasukan Schemidt. Marsose terus mengadakan pengejaran dalam rimba rayaTangse.Pada tanggal 5 September, setelah mengadakan perburuan yang tak ada taranya menempuh medan yang berat dan terkadang tak dapat dilalui , pada sebuah lereng bukit cadas, pasukan melihat sesosok tubuh “ gemuk besar “ memakai baju Aceh warna hitam dengan topi di kepalanya sedang melepas lelah dengan senapan karaben berada diantara kedua lututnya, beliau kelihatannya sangat letih, banyak kehilangan energi setelah berbualan-bulan diburu dan dauber-uber pasukan  Schemidt serta marsosenya. Ia duduk di lereng gunung dengan mata menerawang ke depan seakan berusaha menjaring asa dari apa yang akan terjadi dihadapannnya kelak, sementara pengepungan pasukan marsose semakin merapat ke arahnya tanpa beliau sendiri sadari. Di saat pasukan marsose menyalak merobek keheningan rimba raya..syahidlah ulama Tiro yang penghabisan itu dengan dua peluru menembus jantung beliau. Jenazah Tengku Chik Majed Di Tiro diusung ke Tangse dan dikebumikan disamping Masjid Tangse. Yang tersisa saat itu hanya seorang remaja berusia 16 tahun dan beberapa jumlah sedikit dari anggota keluarga dari ikatan pernikahan yang saat itu mereka ikut mengembara bersamanya di sekitar Teungku Habib Teupin Wan yang masyhur tersebut.

      Dari perang terbuka yang diawali sejak th 1873 – 1890 hingga perang gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Aceh dibawah komando para Ulama yang tidak terhitung jumlahnya sampai pada masa penjajahan Jepang ke bumi Aceh.Dalam kaitan ini, diantaranya Teungku Di Cot Plieng seorang tokoh  dengan reputasi yang luar biasa, yang sampai saat ini merupakan salah satu yang dikatakan memiliki azimat oleh orang Belanda .Azimat Tgk Di Cot Plieng masih disimpan di museum negeri Belanda.

Habib Abdurahman bin Hasan Assegaf ( Habib Teupin Wan )

Diantara para pejuang yang berperang secara terbuka dan bergerilya dari tahun 1873 – 1911 M sejak jatuhnya Benteng Aneuk Galong,kompeni yang melakukan operasi besar-besaran menggempur pasukan kerajaan . Beliau mundur ke Keumala dimana berada Sulthan di tempat itu yang teruus berperang melanjutkan perang suci, beliau sangat besar pengaruhnya dalam barisan Aceh. Tokoh kesejaraahan ini tidak kenal kompromi semenjak dari permulaan berkobarnya perang Aceh beliau tetap segar bugar. Beliau adalah ulama kharismatik dan legendaris bagi orang Aceh ketika itu, Z.H.C. Schemidt menulis menggambarkan Habib ini sebagai orang keramat yang memiliki kodrat-kodrat gaib, sehingga dapat melumpuhkan orang yang akan menyerangnya.

      Keluarga-keluarga Aceh mengirimkan putra-putra mereka untuk belajar membaca al-qur’an kepadanya,.Disekelilingnya tokoh-tokoh Aceh berguguran  namun beliau tetap selamat sebagai payung spritualitas sepanjang masa perang Aceh yang getir ini, masyarakat memandang beliau sebagai salah seorang yang dianugrahi perlindungan Allah subhanahu wata’ala.

      Pada tahun 1907 dan tahun-tahun berikutnya , beliau bersama para pengikutnya banak bekerja sama dengan ulama-ulama Tiro .Beliau adalah poros perjuangan kelas perlawanan aceh yang cemerlang, walaupun telah banyak kehilangan anggota keluarganya tapi tidak pernah hendak membungkuk  takluk , tidak mengenal kata kompromi. Putranyayang bernama habib Cut ( Habib Muda atau Habib kecil ) ada bersamanya.

      Ketika pasukan marsose mengadakan penyerbuan terhadap ulama-ulama Tiro tanggal 21 Mei 1910, dimana gugur Teungku Beb juga Habib Cut, Habib yang kehilangan putra satu-satunya  tidaklah membuat semangat jihadnya mengendur malah sebaliknya. Beliau meninggalkan Tangse beberapa waktu, kembali ke Pase menjenguk kedua adiknya serta putrid beliau Aja Lamiek di Teupin Gapeueh Blang Mee Geudong, sekitar bulan Agustus 1911. Habib berangkat dari Pase menuju ke Pidie, bersama beliauy dan beberapa murid-muridnya, turut pula seorang wanita sedang hamil yang menurut tutur keluarganya, wanita tersebut hendak menziarahi suaminya yang syahid di Tangse.  Hari raya Idul fitri jatuh pada tanggal 25 September 1911 M, beberapa pengikut habib di daerah perkampungan di Tangse datang berhari raya ke tempat Habib, hal ini tercium pihak Belanda. Maka pada tanggal 27 September 1911 , pasukan komando Z.H.C. Schemidt dengan 30 orang marsose bergerak maju menelusuri jejak pengikut Habib yang pulang kembali ke markaznya, dengan harapan mereka dapat menangkap ulama Tiro yang terakhir ini.

      Tanggal 29 Agustus marsose menelusuri pinggiran sungai kecil yang bernama  Alue Blang Jeuraloh  lalu merambah hutan lebat melalui lereng-lerengnya, disanalah ditemukan bekas jejak-jejak yang terus ditelusuri dari atas hingga akhirnya nampaklah  sebuah atap gubuk dari dedaunan yang menyembul ke permukaan diantara daun-daun lain. Z.H.C. Schemidt memberi isyarat kepada pasukannya untuk menanggalkan ransel-ransel mereka, dan terus merayap kea rah gubuk-gubuk itu, setelah mendekat dituplah tiraileur fluit sebagai isyarat penyerangan, dalam waktu yang sangat singkat terjadilah pertempuran yang tidak berimbang dan sangat tiba-tiba. Habib dan pengikutnya tidak melarikan diri, dalam detik-detik singkat mereka menyimpulkan bahwa syahid merupakan pilihan pasti. Habib tua telah beruban putih berdiri dengan kepala tegak di depan anak buahnya menatap musuh yang muncul dari semak belukar secara  tiba-tiba. Pada diri orang tua ini tidak tersirat wajah keraguan, anak buahnya pun membalas serangan karena lebih memilih mati syahid bersamanya. Sayang dalam perang jarak dekat ini, pihak kompeni tidak menulis berapa serdadu yang tewas, yang ada diterangkan hanya Habib Teupin Wan bersama 8 orang pengikutnya. Dengan syahidnya mereka maka periode yang paling mengesankan dalam buku perang Aceh diakhiri. Yang masih hidup saat itu hanyalah anak remaja yang bernama Teungku Chik Amad cucu dari tokoh besar almarhum Teungku Syeh Saman.

Masa Perang Aceh

 

        Maret 1874, setelah istana kerajaan dan ibu kota Aceh Darussalam diduduki seluruhnya oleh Belanda, pusat pemerintahan dengan Sulthan dipindahkan kepedalaman , mula-mula di Leung Bata, kemudian di Indra Puri.Setelah beberapa tempat penting di Aceh Rayeuk direbut Belanda, keadaaan Aceh sudah sangat kritis.* 1. Sulthan dan pemerintahan dipindahkan ke  Keumala Dalam . Guna mengatasi keadaan yang sedemikian runcing, ±500 orang para pembesar terkemuka menggelar musyawarah dan mengikrarkan sumpah dibawah pimpinan Imum Leung Bata dan Teuku LamNga. Sumpah yang diucapkan dengan suara bulat yaitu : “ Wajib Perang Sabil  untuk mengusir kafir  Belanda “ * 2.  Ketentuan-ketentuan terhadap rakyat umum menurut keputusan musyawarah itu adalah sebagai berikut :

1)      Sifat Jihad, rakyat yang diwajibkan turut serta memanggul senjata untuk bertempur adalah mereka yang telah menyatakan sukarela untuk ambil bahagian langsung.

2)      Rakyat diwajibkan gotong royong untuk memperbaiki masjid-masjid yang rusak akibat perang agar kewajiban ibadat tetap terpelihara.

3)      Rakyat diwajibkan bergotongroyong untuk sama-sama mengatasi akibat perang.

4)      Dalam masa perang, dilarang mengadakan pertemuan-pertemuan yang tiada bertalian dengan agama seperti Seudati atau sejenis lainnya yang bersifat sukaria.

5)      Setiap yang membutuhkan bantuan wajib diberi bantuan oleh penduduk terutama bagi mereka yang memerlukan pemondokan dan tempat persembunyian.

6)      Apabila dibutuhkan untuk membuat benteng ( Kuta ), rakyat diwajibkan bergotong royong .

7)      Ulama setempat berwenang memberikan bantuan dan menerima pengaduan rakyat dalam mengatasi kesulitan yang diterimanya.

Disamping konsolidasi internal dalam negri yang berhasil maksimal, juga Dewan Delapan yang berkedudukan di Penang yang diketuai Teuku Paya, menjalankan diplomasi. * 3

Dengan suratnya yang bertanggal 20 Muharam 1291.H ( 8 Maret 1874. M ) dari Penang Dewan Delapan melaporkan kepada Kerajaan Aceh Darussalam dengan perantara Teuku Panglima Polem sebagai berikut :

Bersama ini kami menyampaikan perkabaran dari Penang bahwa dewasa ini hal ihwal antara Negeri Aceh dan Negeri Belanda telah menjadi masalah negeri-negeri Eropa, mudah-mudahan pengepungan di laut dalam dua bulan ini dicabut. Demikian kami mendapat khabar.

Kami pun ingin mengabarkan juga bahwa perdana Menteri Inggris Gladstone dijatuhkan karena terlalu menyebelah kepada Belanda, digantikan sebagai perdana mentri baru yang bernama Disraeli yang bukan sahabat Belanda.Belanda sendiri saat ini mengalami kesusahan wang. Kopi yang belum sampai ( masih dalam perjalanan) telah dijual murah-murah, sebab Belanda kekurangan wang.Selain daripada itu, luas tersiar khabar bahawa Belanda telah banyak sekali tewas dalam pertempuran.Jumlah telah mencapai 7000 orang lebih., demikian juga jendral-jemdralmya, dan sejumlah 27 orang opsir yang berpangkat tingi-tinggi mati,dan ada seorang Panglima Nono Bixio, dan ada pula seorang Pangeran Jawa turut tewas.. “*  

Surat laporan yang mengandung dorongan bertempur terus telah disambut dengan hangat di Aceh.

            Di Lam Sie, Aceh Besar, diadakan pula sebuah rapat rahasia yang dihadiri oleh Teuku Panglima Polem, Teuku chik Abdull Wahhab Tanoh Abee, sejumlah para ulama, serta para Ulee Balang. Yang menjadi keputusan dari rapat rahasia ini adalah meningkatkan dan membesarkan perang jihad mengusir Belanda dengan menerapkan taktik strategi gerilya dalam menghadapi musuh yang memiliki senjata lebih modern dari para pejuang Aceh saat itu. Rapat ini berlangsung di Gunung Biram Seulimum. Hasil rapat tersebut memutuskan untuk mengirim delegasi ke Ulama yang sangat besar pengaruhnya * 5 ,yakni Teungku Chik Dayah Tjut Tiro ( Teungku Chik Muhammad Amin ) .

            Dalam pertemuan dengan para ulama dan pemimpin rakyat terkemuka di Tiro dengan para delegasi Gunung Biramyang mengemukakan kegawatan medan tempur di Aceh Rayeuk. Maka dalam pertemuan ini juga, para Ulama memutuskan untuk segera mengirim bala bantuan ke Aceh Besar yang dipimpin langsung oleh keponakan Teungku Chik Muhammad Amin sendiri yang saat itu baru kembali dari tanahsuci, yaitu Teungku Haji Muhammad Saman yang kemudia lebih dikenal dengan sebutan Teungku Chik Di Tiro.

           

            Teungku Haji Muhammad Saman tidak saja mendapat mandart dan restu dari Teungku Chik Dayah Tjut juga Sulthan yang berkedududkan di Keumala Dalam memberi kuasa kepadanya untuk memimpin “ perang sabilillah “ melawan Belanda dengan mengangkat beliau menjadi wazir sulthan atau mentri istilah sekarang.* 6

            Dalam perjalanannya Tgk.Muhammad saman dari Tiro ke Aceh Besar , beliau adakan pertemuan-pertemuan di berbagai desa sepanjang perjalanan  ( di garot, Padang Tiji, Gunung Biram, tanoh Abee, Ie Alang, Lam Sie dsb ) dengan para Ulama , pemimpin rakyat dan tokoh-tokoh pemuda, merekrut dan mengobarkan semangat jihad. Panglima polem dan Tgk Tjik Tanoh Abee menjanjikan bantuan sepenuhnya kepada Tgk.Muhammad Saman.

                        Setelah mengunjungi berbagai tempat, mencari pendukung dan mempelajari wilayah yang akan dijadikan markaz pusat dari pasukannya – di Meureudu dekat Indra Puri, Teungku Chik Di Tiro, membangun markaz besarnya, dari sinilah beliau mengatur strategi perang, mengirim utusan-utusan ke seantero Aceh, menemui para ulama dan para pemimpin rakyat, hasilnya positif 1 Dalam waktu 3 bulan, kobaran api semangat jihad yang ditebarkan telah membakar hati para pemuda !

            Di tengah kesibukan Teungku Chik Di Tiro. Mengatur segala persiapan tempur, datanglah khabar gembira bahwa Tengku Haji Muhammad Pante Kulu baru pulang dari Mekkah dikirim oleh pamannya Tgk Tjhik dayah Cut untuk bergabung dengan Teungku Chik Di Tiro Haji Muhammad Saman.. * 7

            Tengku Haji Muhammad Pante Kulu lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan nama Tengku Chik Pante Kulu beliau sangat berjasa dalam perang melawan penjajah berkat sikap aplikatif beliau dari ungkapan “ tetesan tinta ulama lebih besar pahalanya dari tetesan darah syuhada “, yaitu denga melahirkan sebuah karya sastra monumental yang berpengaruh besar bagi kalangan muda saat itu karena terbukti mampu membangkitkan ruhul jihad dari dada para pemuda-pemuda Aceh pendamba ridlo Allah melalui syahid dibawah bendera jihad fi sabilillah. Karya sastra berupa kumpulan Syair dengan judul Hikayat Perang Sabil karya Tengku Haji Muhammad Pante Kulu ini seperti mengandung hipnotis kuat bagi sesiapa yang membacanya, karena siapa yang membacanya akan bergeloralah semangat juangnya. Maka jelas karya sastra ini sangat ditakuti oleh Belanda sekaligus sangat digemari oleh kalangan muda rakyat Aceh saat itu.

            Perang Sabil yang dilancarkan rakyat Aceh saat itu dibawah pimpinan para ulama dan pembesar negri, dimana Teungku Chik Di Tiro duduk sebagai pimpinan tertinggi telah memusingkan pihak Belanda yang saat itu sedang mabuk menag perang.

            Menurut Hazil:... Teungku Chik Di Tiro, Syek Saman, dan barisan Sabilnya yang berjumlah 6000 orang ( Hasyimi berpendapat, puluhan ribu jumlahnya) menggempur dengan hebatnya garis konsentrasi lawan. Beliau mendirikan benteng-benteng yang berderet letaknya seolah mengurung kompeni dalam garis konsentrasi. Beteng-benteng ini jaraknya hanya 1000 meter dari garis demarkazi kompeni. Hal ini sangat memungkinkan dan penyebab sering terjadinya bagi laskar-laskar Sabil untuk menyusup dan menyerang kompeni secara tiba-tiba. Walhasil, kemenangan demi kemenangan diperoleh oleh lascar Aceh, maka kian menggema dendang syair Hikayat Perang Sabil dikumandangkan di seluruh pelosok negeri.

            Tentara Kompeni hamper tak dapat bergerak. Jalam kereta api dan jalan Trem dirusak. Kawat telpon yang menghubungkan dari benteng ke benteng diputuskan. Menurut catatan kompeni, kawat telepon yang diputuskan oleh laskar Sabil mencapai 51 km. panjangnya.

            Teungku Chik Di Tiro menulis surat kepada residen Van Langen, mengajukan syatrat-syarat atas nama perdamaian di Aceh dapat dilaksanakan, antara lain ;

            Setahun yang lalu kami dalam sebuah surat kepada tuan tentang mengadakan perdamaian mengajukan dengan tegas syarat kami: Demi tuan besar masuk dalam agama Islam dengan mengucapkan syahadat, maka kami sudi mengadakan perjanjian dengan tuan.” Demikian ulama masyhur itu mengawali suratnya. Beliau uraikan pula betapa lemah kedudukan kompeni sejak terkurung dalam daerah konsentrasi. * 8.

            “…tapi hingga sekarang, kami tidak mendapat balasan dari tuan atas surat kami, sesungguhnya apabila tuan memeluk agama Islam dan mengikuti sunah Rasul Allah,ini adalah yang sebaik-baiknya bagi tuan-tuan, tuan akan selamat di dunia, dan tidak akan menderita bahaya ancaman dan dibunuh, tidak dihinakan harus lari menyelamatkan diri lewat sawah-sawah, tali air, hutan dan jalan, sedangkan sekarang kehinaan yang sebsar-besarnya menanti tuan, yakni  bahwa kompeni harus meninggalkan Aceh seluruhnya, miliknya dirampas seluruhnya oleh tangan kaum Muslimin Aceh yang miskin dan lemah ini !Malapetaka yang paling besar masih menanti Tuan, ialah hukuman hari kiamat, yakni di neraka, menurut hokum Tuhan seru sekalian alam “   * 9. Tegas syarat-syarat yang diwajibkan oleh Teungku Chik Di Tiro

 

            Surat ini menggambarkan betapa merosotnya kedudukan dan mental tentara kompeni yang terkurung dalam lini konsentrasinya. Inipula Belanda tidak dapat memberi jawaban yang tepat  atas surat ulama ini. Lama sekali baru kemudian pemerintah di den Haag mendapat rumus yang tepat untuk menjawab tuntutan yang diajukan itu. Pada Tahun 1888. Menteri daerah jajahan Keuchenius menulis pada Gubernur general ( GG ) di Buitenzorg :

 

            Tuntutan yang tidak benar, bahwa kita harus masuk Agama Islam, agaknya akan diakui juga oleh Teungku Chik Di Tiro, kalau dia membaca ayat 257 surat ke II dari al-qur’an yang berbunyi : janganlah ada paksaan dalam agama ; siapa yang menyangkal takhayul dan Allah bersandar pada tongkat yang tidak akan patah-patah “ * 10 

            Dari jawaban menteri ini terbukti, betapa pemerintah Belanda menyegani musuhnya. Sebaliknya Belanda merasa maluterhadap luar negri, karena Aceh dalam masa 15 tahun belum juga dapat ditundukkan, sedangkan di lain bagian di dunia kekuasaan penjajah semakin kokoh.

            Dari uraian di atas, jelaslah betapa besar peran para ulama dalam masa 50 tahun perang Aceh melawan penjajahan Belanda.

 

Belanda pada masa itu memang dalam keadaan yang lemah mendapat pukulan yang lebih banyak lagi dimasa periode para ulama Tiro memegam godamnya. Tgk Syekh Saman Di Tiro mengorganisir secara ketat perang sabil dengan banyak mengunjungi daerah-daerah yang dirasa masih perlu disugesti dengan mentablegkan urgensinya rakyat mengadakan perlawanan terhadap kafir sebab hal itu adalah kerja amal ‘ibadah yang disukai Allah. Bagi mereka yang tidak mampu memegang senjata maka diwajibkan membantu dana ke kas perang. Para pengutip “ Uang Sabil”  yang dikuasakan capnya tidak pernah kembali dengan tangan hampa menunjukkan bahwa saat itu Rakyat Aceh memiliki sense of belonging dan sense of  responsibility yang tinggi terhadap tanah airnya.  Tgk Syekh Saman sangat taat kepada peraturan-peraturan Islam dan kharisma kekuasaannya jauh lebih besar pengaruhnya daripada Sulthan sendiri. 1 

Kepada para Ulee balang yang tidak dapat ditemui secara berhadapan langsung beliau mengirimkan surat yang isinya adalah seruan ajakan untuk tururt berperang bersama-sama dengan muqaddimah bahasa arab sebagai berikut :

Segala puji hanyalah bagi Allah semata-mata, yang telah menepati janjiNya memimpin hamba-hambaNya kepada kemenangan, Yang telah menguatkan tentaraNya hingga musuh-musuhNya melarikan diri, shalawat serta salam untuk Muhammad yang tiadak ada Rasul-rasul lain sesudahnya, serta keselamatan bagi keluarga dan para sahabat yang mengikuti syariatNya. “

Sebuah surat pada bulan September 1885 berbunyi menurut terjemahan aslinya sebagai berikut :

Milik siapakah alam ini sekarang? Milik  yang Esa Yang Perkasa ! Segala puji hanyalah bagi Allah semata-mata.Amma ba’du, inilah sebuah anjuran dari seorang ‘ faqir’ bernama Haji  Syekh Saman Di Tiro seorang yang berjihad dijalan ( sabil ) Allah dalam negeri Aceh  Daar as salaam wal aamaan , negeri yang aman lagi sejahtera.

Seruan ini ditujukan kepada imam-imam negeri, Teungku-teungku, keuchik-keuchik, Panglima-panglima, dan kepada semua kaum muslimin, yang pertama-tama kepada yang terhormat Teuku Nek Meuraxa, kepada Teuku panglima mesjid raya dan Teuku Qadli. Takutlah kepada Allah SWT Yang Maha agung dan perkasa dan ta’atilah perintah-perintahNya,tinggalkanlah apa yang dilarang atau diharamkanNya, anjurkanlah yang demikian itu kepada kaum muslimin dan juga supaya mereka itu mengadakan persiapan-persiapan untuk memerangi kaum kafir, bantulah peperangan dengan jihad , harga,rakyat atau jika ini tidak memungkinkan, maka berhijrahlah karena ini merupakan kewajiban, yakni pindah kepada sauda-sauadara Islam dengan maksud turut serta berperang pada jalan (sabil) Allah.

Jika tuan-tuan mengikuti anjuran ini, maka kami akan memanjatkan do’a semoga Allah akan memberi balasan yang berlifat ganda, balasan untuk tuan-tuan sendiri serta rakat tuan-tuan, karena rakyat tuan-tuan mengikuti pemimnpin tuan-tuan, baik keselamatan dunia maupun di akherat kelak, akan tetapi , jika tuan-tuan tidak mengindahkan seruan ini, maka kami khawatirkan, selagi di dunia ini tuan-tuan akan menerima hukuman yang berlipat ganda pula dari Allah SWT dengan penghinaan dan kerugian serta dihari kemudian akan mendapat siksa api neraka yang pedih dan keadaaan yang serendah-rendahnya sebagai hukuman paling berat.

Allah ! Allah! Takutlah Allah ! dan janganlah tuan-tuan meninggal sebelum tuan-tuan menjadi orang yang beriman,! Janganlah tuan-tuan tertipu oleh kekuatan kafi, dengan harta mereka, dengan persenjataan mereka, serta serdadu-serdadu mereka yang baik dibandingkan dengan kekuatan kita, milik-milik kita, persenjataan –persenjataan kita dan kaum muslimin. Karena tidak ada yang berkuasa, yang kaya, dan tidak ada yang memiliki bala tentara yang terbaik selain Allah SWT  yang Maha Kuasa  dan tidak ada yang beruntung atau rugi selain Allah SWT. Dan tidak ada yang dapat memberikan kekalahan ataupuin kemenangan selain Allah Swt rabbal ‘alamiin.

Kita makhlukNya tidak mempunyai daya gerak atau diam, hidup atau mati, kekauatan atau penghinaan, kemenangan atau kekalahan dengan izin Allah SWT melalui lidah RasulNya SAW di dalam al-Qur’an dan Hadits serta perkataan-perkataan suci lainnya. Akan tetapi tuan-tuan akan memperoleh bahagian di akherat kelak jika perintah Allahdan seruanNya yang kami sampaikan karena Allah semata-mata tidak tuan-tuan teliti. Dalam hal ini tuan-tuan bahkan akan kehilangan tujuan, yakni kehormatan, harta dan kehidupan yang tentram di dunia ini !”

Orang Aceh yang penuh emosi ( menurut versi barat ) untuk dapat memahami refleksi kata-kata di atas dan betapa kuatnya reaksi yang dapat ditimbulkan pada semangat mereka yang selalu bertualangdalam pertemuan dan telah menjadi darah daging  itu !Bukankah pernah terjadi , bahwa kekuasaan Aceh meluas dari semenanjung Malaka sampai P.Bangka, Belitung sampai ke ujung Timur Sumatra.

Beliau merumuskan persoalan sederhana sekali, menurut agama Islam dan hidup samai dengan orang Aceh atau diusir dari daerah itu secara kekearasan dengan ancaman; masuk neraka diakherat kelak.

Gugurnya Para Ulama Tiro

Nama keluarga Tiro demikian melekat pada rakyat Aceh. Dengan pengaruh tiada taranya dibawah pimpinan Tgk Syekh Saman Di Tiro, sayang kepemimpinan beliau tidaklah berlangsung lama , beliau syahid dalam Benteng Aneuk Galong karena diracun dengan cicem breukik ( burung bleke) yang disajikan kepada beliau dalam sebuah jamuan.

Tak lama sebelum beliau wafat pada bulan januari 1891, Teungku memangggil putranya Teungku Mat amin, memberi wejangan-wejangan kepada putranya mengenai kepemimpinan dan straegi perang. Sulthan pun , setelah Tgk Syekh Saman Di Tiro mangkat, Tgk Mat Amin diserahi tugas kepemimpinan untuk melanjutkan perjuangan ayahnya di Benteng Aneuk galong yang berhasil direbut oleh Tgk Syekh Saman Di Tiro dari tangan Belanda yang membuat pihak Belanda sangat berambisi untuk erebut kembali benteng tersebut dari pihak Aceh. Pada waktu menjelang fajar tgl 28 Juni 1896  Benteng Aneuk Galong digempur dengan dahsyatnya oleh 2 batalion serdadu marsose yang dibentuk 2 April 1890 itu. Teungku Mat Amin dan abangnya Teungku Di Buket bersama 200 prajurit Aceh bertempur dengan gagah berani. Denting pedang gemerincing dan dentuman senapan membahana diiringi pekik takbir dan teriakan para penjajah kian mengguntur menggemuruh merubah suasana pagi yang sebelumnya hening dan damai menjadi hiruk pikuk dan ramai serta mengerikan.

Penyerangan ini dipimpin oleh Grafland sedangkan para marsose dibawah pimpinan Obos Van Heutsz dan sebagai kepala staff yang turut pula di dalamnya Kapten ( kelak kemudian Jendral ) Van Daalen.

Ketika remang subuh, hamper seluruh benteng telah terkepung  * 2  Pejuang Aceh terus bergembur laksana singa dibangunkan dari tidurnya…jam 5 lewat , benteng Aneuk Galong dikuasai penuh oleh Belanda, dipihak Aceh jatuh berguguran sejumlah 110 syuhada dan 2 orang anak berusia 5 dan 6 tahun dalam keadaan luka-luka. Adapun korban dipihak Belanda tercatat 6 tewas dan 33 orang luka-luka dan 4 orang perwira, diantar mereka tercatat nama ; Kapten Grafland dan Letnan Dijkstva..  

Tgk Mat Amin Tiro termasuk diantara para syuhada yang jenazahnya sempat dilarikan para prajurit ke kampong Mureue tidak jauh dari Indra Puri.

Kini hanya tinggal 3 orang putra Tgk Syekh Saman Di Tiro, mereka adalah ; Teungku di Buket, teungku Mayed dan Teungku Lam Bada. Dalam pertempuran dekat Alue Keune, teungku lam Bada pun syahid setelah tertembus peluru Darlang. Ketika ayahnya syahid cucunya, teungku Chik Ma’at masih bayi.

Selebihnya itu yang termasuk barisan sabil Ulama Tiro ini adalah pemimpin perjuangan yang terkenal seperti ; Habib teupin Wan, teungku Hasyem, Teungku Geudong ( putra Teuku Umar ), teungku Rayeuk nanta, Abang Cut Nyak Dhien 9 janda Teuku Umar yang terkenal ) Teungku Di Tanoh Merah ayah mertua Teungku Mat Amin Di Tiro, Tgk Di Klibeuuet, ipar Teuku Chik Mayed, Tengku di cot Cicem, pemimpin pasukan para ulama Tiro ( di dalam pasukannyayang terlatih baik terdapat seorang peniup sangkakala  belanda yang menyebrang ke pihak Aceh ), Teungku Di Ribee, teungku Alue Keutapang dan banyak lagi yang kesemuanya merupakan kelompok besar para pemuka terkenal yang berpengaruh dan bertahun-tahun lamanya menjadi ruh perjuangan. Adalah sangat aneh bila diantar mereka ada yang jatuh ke tangan musuh dalam keadaan hidup-hidup, karena tiada kata menyerah kalah, semua mereka itu gugur sebagai syuhada yang bukan sekedar membela tanah air tapi memperjuangkan nilai-nilai agama!

Dengan jatuhnya Benteng Aneuk galong, Van Heutsz menggarap secara sistematis dalam menghadapi perang gerilya dari perlawanan Aceh, ia mulai mengadakan penyisiran dan pembersihan dalam daerah Aceh Besar dengan koloninya yang melebihi 2000 anggota ke daerah Utara dan Timur Aceh dan berhasil melumpuhkan sejumlah besar pusat-pusat perlawanan. Tahun 1898, ia bersama koloninya beroprasi di pidie kemudian ke Tangse. Tahun 1898 hingga 1899 ke Peusangan dan pase seterusnya ke daerah pantai dari simpang Ulim sampai Idi. Tahun 1901, ia kembali ke Meuredu dan Samalanga. Dalam operasi besar-besaran ini ribuan pasukan di pihak Belanda pun tewas dan dikuburkan di panton Labo,Lhoksimawe dan Lhoksukon  lebih kurang diatas tanah 1,5 ha. Tahun 1904, tanah Gayo menjadi tempat pembantaian yang sangat sadis seperti di Rikit Gaib dan Kuto Reh.

Di Tahun 1903 – 1904, masih terjadi pertempuran-pertempuran kecil terus menerus.Setiap patroli masih terus berguguran dari kedua belah pihak. Gerilyawan Tiro tetap diperhitungkan keberadaannya.

Pada tanggal 29 Maret 1906.Pemimpin pasukan tiro, Teungku Di Cot Cicem,  syahid dalam sebuah penyergapan oleh sersan Gotz marsose tua. Kepemimpinan pasukan Tiro diambil alih oleh Tuengku Leman. Dalam sebuah pertempuran tanggal 15 April 1908 di dekat Gle Kareung Reubah sebelah Utara Keumala Dalam. Teungku Leman Syahid oleh peluru pasukan pimpinan letnan Jenae. Satu persatu Teungku rubuh di medan perang sebagai syuhada, darah mereka menyuburkan persada kita!




Aceh Sepanjang Sejarah dalam kanvas Sayid Dahlan Al-Habsyi
Pada Tanggal 12 - 17 April 2008, Banda Aceh mengadakan Pagelaran Diwana Cakra Donya untuk memperingati ULTAH kota BAnda Aceh ( Kota Raja )
Amerika katanya negara terdemokrasi dan penjual demokrasi, tapi adakah dalam sejarah amerika lahir seorang Laksamana Wanita? Siapakah sebenarnya wanita pertama yang membuka hak bagi wanita lain untuk bersuara ? Setelah Sayidah Fatimah al-Zahra, sayidah Zaianab , adakah wanita lain baik di Amerika maupun di dunia selain Ratu Safiatuddin dan Laksamana Keumala Hayati?
Ratu Safiatuddin



Laksamana Keumala Hayati

Siapa yang lebih terdahulu dan lebih real perjuangannya dengan mereka tsb?


Sayed Dahlan al-Habsyi, Seorang budayawan, Pelukis kenamaan juga pengkaji sejarah Aceh,
dengan gigihnya menyumbangkan karyanya berupa Pameran Lukisan Aceh Sepanjang Sejarah. Pada Pameran ini, para pengunjung memberi komentar yang cukup apresiatif. Banyak dari pelajar dan generasi muda tersadar betapa besarnya Aceh pada masa itu setelah menyaksikan betapa megahnya Istana Darud Donya
yang saat itu Aceh merupakan negara kerajaan ke Lima terbesar di dunia. Sayid Dahlan seakan sengaja menggugah semagat generasi muda Aceh untuk mengenal siapa meraka sesungguhnya, dari mana, mau kemana, dan untuk apa hidup? Berikut ini sekilas komentar yang sempat terrekam, karena buku tamu terbanyak adalah di Pameran sayid Dahlan yang cukup spektakuler dengan pengunjung yang membludak menyesaki ruangan Pameran, sayang Panitia kurang berwawasan, mungkin agak kampungan, hingga menempatkan Pameran Lukisan tersebut di tempat yang kurang representatif sehingga banyak lukisan yang belum termuat.
Komentar para pengunjung Pameran Lukisan Aceh Sepanjang Sejarah
1.Irwandi Yusuf . Gubernur NAD :

Event debutan ! Sudah sangat mengagumkan , mudah-mudahan tahun depan dapat lebih sempurna. Kumpulkan materi-materi sejarah yang masih terserak dimana-mana . Aceh mesti jaya kembali ! Tanah Pusaka endatu tempat tumpah darah para syuhada. Aceh Mulia !
2.Ehsanullah . Staff MUSLIM AID dari AFGHANISTAN :
The exhibition is a key factor for development and it was really impressed with this exhibition showing the history of Aceh city. Hope its improves further in the future.
3. Taiwan
RED CROSS . Miss. Fhui : ACEH BOLEH….!!!!
4. H.Nasrullah : Kalo bisa ada (personil) yang tahu sejarah yang menerangkan tentang sejarah
5.Saiful, 085260560011-> Memang nyeu, mate aneuk meupat jrat, mate adat hana phat tamita, tapi bek doek! Ingat keu agama...! Leh Adat..menyimpang ngeun agama!
6.Ophan : 085277424241 : Kesan : dengan adanya pameran lukisan ini kita dapat mengenal lebih dalam about sejarah Aceh yang tidak pernah kita dapatkan dalam dunia pendididkan, Saran : Yang pasti informasi tentang sejarah aceh agar lebih ditingkatkan dalam masyarakat aceh, agar rasa cinta kita terhadap bangsa dan suku kita semakin besar.

7.Cerrilia F CANADA ” Very Nice Painting ! I liked the one with the women worriors !”
8. Jim Allison .CANADA : Great to see the history defizkeel in art !

masih banyak info sejarah lainnya yang insya Allah menyusul akan saya upload..


1 komentar:

Baka Kelana mengatakan...

Indah banget karya Tgk Sayed..luar biasa

DEMI MASA, we are all losers except.....