SEKAPUR SIRIH

welcome,
أهلآ وسهلآ
, selamat teuka, di serambi bale...
tempat kita sharing, ngobrol dan ngobral( asal jangan kaya ngobral janjinya para penipu rakyat ), boleh dengan kepala panas( berarti serius walau rilex ) tapi hati tetap dingin ( artinya berlapang dada dengan perbedaan,entah berapa meter luasnya ). Tapi..sebentar.. sebenarnya di mana letak hati ? kita spontan nunjuk ke dada kalo senang atau sedih malah ada istilah " ngurut dada", padahal di dalam dada itu apa memang ada hati yang kerjanya berfikir ? bukannya di otak ? Pusing aku ? Nah..ini salah satu contoh ke- goblogan - ja'far yang ini dibagi-bagikan ( maksudnya bukan mau ngajak goblog !).
Saya, ja'far yang kata orang sufi majnun,sufi pungo,sufi goblog, mengajak untuk mencari kebenaran ( apa kebenaran perlu dicari, emangnya hilang atau nda ada? lalu mencari itu untuk yang hilang atau yang tidak ada ? kalo udah tahu tidak ada koq dicari? jadi yang sudah ada? Kalo tahu sudah ada koq dicari ? pusing..?)
Ada yang bilang bahwa segalanya, termasuk filsafat dan agama, tak perlu diperdebatkan, habis energi, lebih baik diamalkan ! TApi..sebentar, bagaimana diamalkan kalo belum ketemu ilmunya atau masih ragu kebenaranya? Jangan-jangan ungkapan itu dari orang yang sudah merasa benar. Wah Naudzubillah..itukan madzhab iblis..
anakhaerun minhu (aku lebih baik darinya ) !
Ada sedikit diperciki ilham saat duduk memperhatikan semut ( yang namanya diabadikan dalam kumpulan surat cinta dari Kekasih kita dengan nama an-naml.

Silahkan buka filsafat semut atau puisi tentang belajar pada teungku semut
). Pernah kami letakkan shoutbox komentar, tapi yang ada hanya celoteh tak menetu, saya kasihan terhadap kerja sia-sia mereka yang habiskan waktu hanya untuk tumpahkan sumpah serapah, bahkan kata-kata jorok.Oleh karena itu,ma'af, saya hapus shoutbox, dan silahkan kirim email saja jika ingin komentar. Komentar yang tidak argumentatif tidak akan saya tanggapi.
Bagi mereka yang masih berkutat dalam dialog perbedaan agama atau madzhab, nampaknya filsafat semut ini perlu kita renungkan bukan malah mencari alasan lain untuk lari dari dialog. Dan perisai justifkasi kita biasanya dengan ungkapan PERBEDAAN ITU RAHMAT! Apenye yang rahmat kalo ampe saling caci bahkan darahpun dimuntahkan!? Kayanya perlu peletakan yang pas dalil itu. Look! Katanya nilai semua agama untuk PEACE = mewujudkan perdamaian di dunia, rahmatan lil aalamin, tapi yang kita alami malah seluruh peperangan awalnya adalah berdasarkan agama, WHY?

Kamis, 24 Januari 2008

Obsesi pemikiriran membingungkan..

Beberapa big ‘crazy’ questions!
Sebuah kajian study kritis di hadapan hegemoni beberapa wacana

Agar mudah difahami oleh semua kalangan, sengaja saya bahasakan dengan bahasa awam yang agak vulgar dan kadang –kadang agak premanistic walaupun terkadang pula ada bahasa preman yang lebih sopan dan lebih bernilai filosofi. Ada phenomena menarik dari hegemoni wacana keberagamaan dan kebermadzhaban diatas wacana lainnya.Sehingga muncul statement :sholat dulu atau berbuat baik dulu...?Apa sih untungnya beragama dan apa ruginya tidak beragama, karena agama itukan cuma teori buktinya banyak yang tak beragama tapi lebih baik dan lebih berguna bagi manusia ?


Phenomena ungkapan “kan itu tergantung oknumnya’ dijadikan kambing hitam belati justifikasi untuk membela apa saja demi kepentingan apa saja oleh siapa saja. Look! Sudah jelas kan ada borok dalam sejarah suatu agama, madzhab, ideology atau apa saja. Tapi setelah ditabrakkan dengan palu godam ungkapan tadi maka, semua jadi mentah, akibatnya kita tak bisa menemukan pisau tajam kejujuran untuk membedah masalah. Bukan berarti kita nafikan eksistensi agama, bagi saya yang ngaku atheis pun dia sebenarnya beragama, ‘agama’nya orang yang tak beragama itulah ‘agama’nya, ‘madzhab’nya orang yang tak bermadzhab itulah ‘madzhab’nya. Apalagi kita tidak bisa berlari dari fakta ilmiah dalam ilmu jiwa bahwa tak seorang manusiapun yang tak memiliki rasa nominouse, sebuah rasa yang menggambarkan bahwa ada yang super segala-galanya dan menguasai segala-galanya, juga bisa menolong dirinya dalam keteterpepetan ( baca dialog Imam Ja’far Shadiq bersama seorang atheis ). Dan kita tidak bisa berlari dari fakta bahwa semua orang pasti berguru yang otomatis dia bermadzhab, maka madzhabnya orang yang mengaku tak bermadzhab itulah madzhabnya!
Masalah yang muncul dari kejumudan kunci jawaban setelah palu godam tadi cukup banyak dan terus menerus melahirkan masalah baru bagaikan amoeba yang terus berkembang biak dengan membelah diri. Padahal ungkapan “ kan itu tergantung oknumnya ! “ bukan jawaban solusional yang bisa meredam hati orang yang seakan mendapat angin segar untuk melanjutkan kerja negatifnya, sebab akan berbenturan dengan pertanyaan “ Jadi, apa fungsi agama, madzhab, ideology jika tidak mewariskan gerak positif pada pengikutnya?” Kasarnya , buat apa beragama ini, bermadzhab dan berideologi itu jika orang-orangnya ya kaya gitu? “ Sholat dulu atau berbuat baik dulu? Gak ngaruh ..man!” kata kawan-kawan saya di beberapa tempat nongkrong.
Beberapa pertanyaan itu diantaranya :
1. Siapakah ‘muslim’ itu sebenarnya ?
Katanya makna Islam itu dari aslama artinya pasrah damai, tapi..Look! Kurang apa garangnya Osamah dan Saddam yang membunuh bukan orang yang ‘kafir’ saja tapi yang muslim bahkan bayi yang belum punya dosa! Atas dasar apa Imam Hasan diracun dibawah perintah sahabat Rasul yang katanya penulis alQur’an dan diklaim termasuk sepuluh orang calon penghuni surga? Apa salah Imam Husen bin Aly yang dibantai di Karbala oleh amirul mukminin ( terjemahan aslinya ; rajanya orang-orang beriman ). Kalau yang membantai cucu Rasul saja tidak boleh dipertanyakan seperti ini apalagi kita bedah yang lain yang bukan sahabat Rasul. Dimana letak kata ‘muslim’ pada para pembantai itu? Tapi, coba siapa berani mengatakan bahwa para pembantai tadi bukan muslim, jika anda di Indnesia pasti anda dihakimi oleh ‘wakil tuhan’ atau bahkan ‘tuhan baru’ yang duduk di Majlis Ulama Indonesia!

Kalau ada yang berkelit,
“Ah itu kan luka lama, nda usah diungkit-ungkit dikhawatirkan menambah perpecahan”.
Lho, tapi untuk Abu Thalib yang tidak menyiksa keluarga Naby bahkan memelihara dan membela Naby koq malah berani mereka katakan beliau bukan muslim, mati kafir dengan alasan ada ayat tentang itu. Setelah dikaji, ternyata antara waktu turun ayat itu dan saat meninggalnya jauh sekali , yang meriwayatkanpun juga jadi pertanyaan, karena abu Huraira yang meriwayatkan bahwa abu Thalib itu mati kafir datangnya ke madinah dan masuk islamnya kapan? Abu Thalib meninggalnya dimana? Abu Hurairah datangya ke Mekkah kapan ? Jelas perlu kajian kritis dan terbuka jangan asal tuduh saja supaya tahu, sebenarnya siapa sih yang ‘muslim’ itu? Apakah salah Abu Thalib itu karena tidak menampakkan Islamnya, kalau cuma dinilai itu, orang atheis pun mau tanya : Shalat dulu atau berahklaq baik dulu? Apa untungnya beragama dan apa ruginya tidak beragama jika agama hanya dilihat dari sisi jubahnya dan tarian ritualnya saja! Apa dan bagaimana sebenarnya inti keberagamaan yang bermakna dan makna keberagamaan yang ber-inti!?
Perhatikan komentar orang selain anda ketika anda tunjukkan blog ini, pasti diantaranya ada yang mengecap bahwa sufigoblog mau ngobok-ngobok akidah, bahwa sufigoblog mungkin antek Jaringan Islam Liberal atau bahkan antek Yahudi yang dia sendiri tidak menyadarinya, atau antek orang-orang syiah yang terlalu cinta Imam Aly sehingga ayahnya dibela-bela!.Nah, untuk mereka, saya katakana bahwa jangankan untuk mengaku saya sudah bagus mengamalkan madzhab syafii, saya syiah ( artinya pengikut setia ), saya muhammadiyah ( artinya orang yang berusaha me-Muhammad-kan diri ).Jangankan untuk itu ! Untuk mengaku ‘muslim’ saja saya takut ! Apakah saya ‘muslim’ (pasrah kepada ALLAH dan hukumNya) ketika ditumpulkan usaha untuk menegakkan hokum tapi tak kuasa dan cengeng menghadapi hegemoni wacana umat. Memang ada ungkapan bahwa umatku tak akan tersesat jika berjama’ah, tapi masalahnya apa kita ini umat Muhammad kalau ternyata cinta kita Cuma dibibir, jangankan membela sunah nabi, membela orang yang dicintai Naby karena berusaha membela Naby dan keluarganya saja kita jauh sekali, bahkan malah mengganggu dengan mengatakan sesat atau bid’ah atau apalah…! Apalagi kalau saya di cap syiah, paling cuma bangga tapi malu-malu sebab bagi saya jangan-jangan ada orang suni atau wahaby atau Kristen atau Budha atau apa sajalah yang ternyata akhlaknya mendekati ahklaq Naby dan keluarganya, nah mereka lebih cocok dipanggil syiah! Jika saya dianggap suni, saya bilang alhamdulillah, doakan saja semoga benar-benar saya ini ahli dalam mencintai dan mengamalkan sunah Rasul, karena jangan-jangan orang syiah lebih suni dari saya, jangan-jangan dialah yang lebih mengamalkan sunah naby saya malah sunah sahabat, buktinya sekali-sekali saya masih taraweh, berarti saya terlalu berani berhadapan dengan sunah naby dan hanya mengamalkan sunah sahabat dengan alasan mendahulukan akhlaq di atas fiqih ! Saat mengerjakan taraweh, akhlaq saya pada manusia sekitar mungkin dianggap baik, tapi pada Naby…entahlah! Tapi, mungkin saja Naby setuju karena situasi yang ada, jangankan Cuma mengerjakan bid’ah taraweh, mengaku kafir pun jika terpepet kata Rasul dibolehkan!
Saya tegaskan : Saya tidak anti hokum yang datang dari Maha Kekasihku ( hati-hati! Jangan-jangan kata-kat ini Cuma ngaku-ngaku, yahanu sufi!). Tapi yang membingungkan adalah adanya beberapa fakta, dan tidak bisa dikatakan kasuistis, karena ini terus abadi sepanjang sejarah berdarah-darah! Lihat,bukan satu dan bukan orang kecil-kecil yang melakukan ambivalensi dan inkonsistensi terhadap subtansi agama! Banyak yang diklaim paling getol berselogan dan memakai surban hokum Allah malah membokongi hokum Allah! Jangankan membantu! Bagaimana akan lahir orang yang berniat menegakkan hokum Allah jika belum apa-apa boro-boro dibantu malah dibantai. Ada banyak yang mencoba membukakan mata batin umat terhadap makna kepasrahan/ kemusliman kita kepada Allah, yang ada hanyalah antipati seraya berkata “Alaah..sok pahlawan mau bela hokum Allah tanpa modal apa-apa!” Look ! Apa itu solusi ? Kenapa kita gampang saja mengatakan ayo bantu anak yatim, tapi tak ada gerak apa-apa ketika ada orangb yang sudah duluan bergerak, kita malah persulit hidupnya agar terputus dari anak yatim yang ia bantu! Kita bersorak dalam hati seraya berkata: “ Rasakan balasan sakit hatiku!” Lho…katanya kepada anak kucingpun sangat saying, tapi kepada orang yang bantu anak yatim seperti itu gelagat kita? Apa cocok kita mengaku sudah pasrah kepada hokum Allah? Yang dibutuhkan itu solusi atau cacimaki ? Atau mungkin kita anggap bahwa cacimaki itu sendiri adalah bagian dari solusi ? Sangat salut dengan perjuangan Aa Gym yang mencoba membukakan mata batin kita, tapi..sayang dalam acara Kick Andy di Metro TV, dia sendiri akhirnya digugurkan oleh hegemoni wacana umat sehingga lahirlah ungkapan :” Saya sarankan agar jangan mudah polygamy kalau masih ada kendala-kendala!” Seharusnya dia berkata :” Polygamilah dan bantulah orang yang berpolygami!” jadi jelas perjuangannya untuk apa! Kalau begitu saya sarankan Aa Gym merubah lagu “ Jagalah hati jangan polygamy,kalau tak mampu silahkan melacur saja!”
Dari phenomena diatas timbul pertanyaan lagi:
Mengapa masih ada hegemoni wacana diatas wacana jika terbukti diakui semuanya bahwa penindasan adalah suatu hal yang bertentangan dengan apapun?












3 komentar:

Anonim mengatakan...

Kayak yang punyak blog ga terlalu ijo maklum sudah mampu buat puisi....aku seperti harus banyak belajar ke Pak/bang sufi biar bija ijo juga,,,,

شريف جعفر صادق mengatakan...

shoutbox terpaksa saya hapus karena banyak komentar yang tak ada hubungannya sama sekali dg blog malah menjatuhkan marwah si pemberi komentar sendiri sebab memakai bahasa yang merendahkan dirinya sendiri.Jika anda mau komentar silahkan masuk ke email saya saja. Tentunya dengan bahasa yang mengangkat derajat anda sebagai kaum berakhlaq dan terpelajar.Terimakasih.

Pak Tua mengatakan...

bagus bang cara berpikirnya. kalo abang di seputaran banda aceh, ketemulah kita sekali waktu, berdiskusi mengingat tentang hal gila lainnya...maklum saya sudah pikun,,

DEMI MASA, we are all losers except.....